Assalamu'alaikum.....Selamat Datang di Blog Saya





Assalamu'alaikum ..........Welcome To My Blog


Minggu, 25 November 2012

Intifada

Pendahuluan
 
Kata intifada selalu lekat di benak kita dengan gerakan kebangkitan rakyat Palestina yang membawa senjata batu. Anak-anak muda dan remaja dengan membawa batu bangkit melawan tentara Zionis Israel. Mereka dengan fasilitas yang sangat minim berjuang untuk mencapai tujuan yang besar, yaitu kebebasan negeri Palestina dari pendudukan kaum Zionis

Gerakan kebangkitan ini diilhami oleh kemenangan revolusi Islam di Iran yang berjuang untuk menghidupkan kembali kebesaran Islam, dan jawaban telak atas aksi brutal yang dilakukan rezim pendudukan Quds terhadap bangsa Palestina

Intifada adalah reaksi atas keputus-asaan, kekecewaan, kelemahan dan kekerdilan negara-negara Arab dalam menghadapi Israel. Intifada adalah reaksi atas kegagalan langkah-langkah yang dilakukan oleh faksi-faksi bersenjata dan kelompok-kelompok politik Palestina dalam membebaskan negeri mereka.

Sejarah Intifadhah

Tanggal 9 Desember 1987 menjadi hari yang tak terlupakan di bumi Palestina. Hari itu, meletuslah sebuah perang perlawanan terhadap Zionis Israel. Semua yang ada di Palestina merapatkan barisan, menjadi satu shaff, tua muda, laki-laki dan sebagian perempuan. Media menyebut waktu itu sebagai “Pertempuran terdahsyat sejak proklamasi negara Zionis Israel tahun 1948.

Intifada berasal dari kata berbahasa Arab intifadlah dari asal kata nafadla yang berarti gerakan, goncangan, revolusi, pembersihan, kebangkitan, kefakuman menjelang revolusi, dan gerakan yang diiringi dengan kecepatan dan kekuatan. Intifada pertama kali dipakai sebagai nama oleh sebuah kelompok perjuangan Palestina yang membelot dari Gerakan Fatah. Namun kini kata itu lekat dengan gerakan kebangkitan baru rakyat Palestina.

Pada dekade 1980-an, rakyat Palestina secara serentak bangkit melakukan perlawanan menentang rezim Zionis Israel. Sejak itu, intifada dipakai untuk menyebut gerakan yang muncul secara tiba-tiba, serentak, independen, agresif, universal, dengan kesadaran dan rasa protes, serta dengan penuh keberanian. Gerakan itu dilakukan oleh rakyat Palestina dalam menghadapi rezim Zionis Israel.

Hebatnya, pada Intifadhah yang pertama kali meletus, Palestina berperang tanpa persenjataan dan tanpa dibantu negara-negara Arab tetangganya. Saat itu, rakyat Palestina tidak memiliki sarana dan fasilitas apapun dalam perjuangan membebaskan negeri mereka melawan tentara Zionis. Mereka bersenjatakan batu untuk membela diri dan menyerang musuh. 

Karena itu, intifada dekade 80-an disebut juga dengan revolusi batu. Meski hanya bersenjatakan batu, tetapi intifada ini sangat menakutkan bagi Israel. Sebab dalam kitab suci mereka tercatat kisah Nabi Daud as yang membunuh Jalut, raja yang kejam dan bengis dengan senjata batu. 

Tidak heran jika anak-anak Palestina kemudian selama bertahun-tahun sampai kini dikenal dengan sebutan “Children of Stone” atau anak-anak batu. 

Intifadha Palestina

Mengenai gerakan intifada, Syahid Dr Fathi Ibrahim Shaqaqi, Sekjen pertama Gerakan Jihad Islam Palestina mengatakan: 

“Dalam sejarah revolusi dan perjuangan, kata intifada memiliki latar belakang yang panjang. Akan tetapi dari sisi makna, intifada berarti kebangkitan menggantikan masa kevakuman. Intifada adalah tahap pendahulu bagi sebuah revolusi. Misalnya, di Iran, terjadi kebangkitan di madrasah Feiziyah Qom. Kebangkitan itu kita namakan intifada, sebab gerakan itu pada tahun 1979 membuahkan kemenangan revolusi. Apa yang terjadi saat ini di Palestina tak lain adalah tahap bagi sebuah revolusi. Kita tak pernah membayangkan gerakan kebangkitan ini akan berjalan secara luas dan universal seperti ini. Kita namakan gerakan ini dengan nama intifada. Karena itu, kami di Gerakan Jihad Islam menyebut kebangkitan ini sebagai intifada dan revolusi.”

Intifadhah 1

Sehari sebelum meletus Intifadhah pertama, sebuah truk militer Israel masuk ke wilayah pengungsi Palestina di Jabalya, di Gaza. Seperti layaknya semua hal yang berbau Israel, truk ini masuk tanpa tujuan yang jelas, kecuali menyerang orang Palestina. Empat orang terbunuh. Bersamaan dengan itu, Yahudi pun bersikeras merebut Masjidil Aqsa atau Yerusalem Timur.

Karena kebiadaban Israel yang sudah mengakumulasi, semua orang Palestina berdiri saat itu. Ada momen yang membuat mereka harus segera menyelesaikan urusannya dengan Israel yang tak punya rasa kemanusiaan. Pada 9 Desember, pagi yang sepi dan dingin, kemudian berubah menjadi teriakan takbir di seantero Palestina.

Intifadha 1 Palestine

Di Gaza, Israel memperparah keadaan, karena di tanggal 18 Desember, serdadu-serdadunya membunuh 2 orang dan melukai 20 orang Muslim yang baru selesai shalat Jumat. Para serdadu itu kemudian melanjutkan keganasannya dengan menyerbu Rumah Sakit Syifa, memukuli para doktor dan perawat dan menyeret orang-orang Palestina yang dirawat karena terluka dalam insiden shalat Jumat. Beberapa stasiun televisi menyiarkan gambar tetnara Israel bersenjata berat memukuli dan membunuhi warga Palestina. Dunia internasional mengecam tindakan kejam Israel, namun tidak ada yang berbuat kongkret dalam menyikapi negara Zionis itu.

19 Januari 1988 Menhan Rabin mengumumkan kebijakan baru yang dinamai “Tulang-tulang Patah”. Yitzhak Shamir, perdana menteri Israel waktu itu, menyatakan, “Tugas kita sekarang adalah untuk membangun lagi dinding ketakutan antara orang-orang Palestina dan militer Israel.”

Dalam waktu tiga hari sesudah pengumuman itu, 197 warga Palestina dirawat di beberapa rumah sakit karena mengalami patah tulang yang parah. Kelompok-kelompok HAM Palestina melaporkan, sejak dimulainya Intifadhah sampai akhir tahun 1993, para serdadu Israel dan pemukim Yahudi telah membunuh rakyat Palestina sebanyak 1.283 orang. Diperkirakan 130.472 mengalami luka-luka, 481 orang diusir, 22.088 dipenjara tanpa pengadilan, 2.533 rumah dihancurkan atau diambil alih, serta 184,257 batang pohon di kebun-kebun rakyat Palestina ditebang oleh serdadu Israel.

Sepanjang masa ini, perhatian dunia tertuju pada kasus anak-anak yang tempurung kepalanya pecah dan tangan-tangan mereka dipatahkan oleh para tentara Israel. Orang-orang Palestina, dari yang paling muda hingga yang paling tua, menentang kekerasan militer Israel dan penindasan dengan sambitan batu apa pun yang dapat mereka temukan. Sebagai balasannya, tentara Israel secara besar-besaran memberondongkan senjatanya: menyiksa, mematahkan tangan, dan menembaki lambung dan kepala orang-orang dengan tembakan senapan. Pada tahun 1989, sebanyak 13.000 anak-anak Palestina ditahan di penjara-penjara Israel.

Intifadah rakyat Palestina, yang dilakukan dengan sambitan batu dan pentungan untuk melawan tentara paling modern di dunia, berhasil menarik perhatian internasional pada wilayah ini. Gambar-gambar yang intinya mengenai pembunuhan tentara Israel atas anak-anak berusia sekolah sekali lagi menunjukkan kebijakan teror pemerintah pendudukan.

Di Palestina, di mana 70% penduduk terdiri atas kalangan muda, bahkan anak-anak pun telah mengalami perpindahan, pengusiran, penahanan, pemenjaraan, dan pembantaian semenjak pendudukan tahun 1948. Mereka diperlakukan seperti warga kelas dua di tanahnya sendiri. Mereka telah belajar bertahan hidup dalam keadaan yang paling sulit. Renungkanlah fakta-fakta berikut ini: 29% dari orang yang terbunuh selama Intifadah al-Aqsa berusia di bawah 16 tahun; 60% dari yang terluka berusia di bawah 18; dan di wilayah tempat bentrokan paling sering terjadi, paling tidak lima anak terbunuh tiap hari, dan setidaknya 10 orang terluka.

Chris Hedges, yang bertindak selaku kepala biro Timur Tengah The Times selama bertahun-tahun, menyatakan bagaimana tentara Israel membunuh anak-anak Palestina tanpa ragu dalam sebuah wawancara:

"Saya telah melihat anak-anak ditembak di Sarajevo. Maksud saya, penembak jitu akan menembaki anak-anak di Sarajevo. Saya telah melihat tentara kematian membunuh keluarga-keluarga di Aljazair atau El Salvador. Namun saya tak pernah melihat tentara melecehkan dan menelanjangi anak-anak seperti ini lalu membunuh mereka untuk kesenangan.” (Wawancara NPR dengan Chris Hedges)
Intifadhah Pertama dianggap selesai pada 13 September 1993, ketika Perjanjian Oslo ditandantangani dalam sebuah upacara meriah di pekarangan selatan Gedung Putih. PM Israel Yitzhak Rabin dan Ketua PLO (Palestine Liberation Organisation) Yasser Arafat bersalaman disaksikan Presiden AS Bill Clinton. Pasca Camp David Summit, masih ada upaya perdamaian melalui Beirut Summit yang diprakarsai oleh Arab Peace Initiative, dan juga proposal Peta Jalan atau Road Map for Peace yang diusulkan oleh Quartet on Middle East yang terdiri dari AS, Rusia, PBB, dan Uni Eropa (UE). Dan sama seperti upaya-upaya perdamaian sebelumnya, kedua pertemuan itu tidak berhasil mendamaikan Palestina dan Israel.

Belum genap tiga tahun, Perjanjian itu sudah dianggap mati, ditandai kebijakan agresif perdana menteri Israel yang waktu itu terpilih, Benyamin Netanyahu. Ketika Perdana Menteri Ariel Sharon, menginjakkan kaki ke Masjidil Aqsa tahun 2000, dunia menyaksikan Intifadhah Kedua meletus. 

Intifadhah 2

Untuk memahami kekerasan yang terus berlanjut di luar kendali pada bulan April 2001 dan membawa Israel dan Palestina mandi darah, kita harus ingat bagaimana Intifadah terakhir dimulai. Orang yang ada di pusat kejadian ini adalah Ariel Sharon, yang kemudian menjadi, dan masih menjadi perdana menteri. Sharon dikenal oleh orang-orang Islam sebagai seorang politisi yang gemar menggunakan kekerasan.
Seluruh dunia mengenalnya karena pembantaian yang telah ia lakukan atas orang-orang Palestina, perilakunya yang suka menghasut, dan kata-kata kasarnya. Yang terbesar dari pembantaian-pembantaian itu terjadi 20 tahun yang lalu di kamp pengungsian Sabra dan Shatilla, menyusul serangan Israel pada Juni 1982 ke Libanon. Dalam pembantaian ini, sekitar 2000 orang tak berdaya dibunuh, mengalami siksaan hebat, dan dibakar hidup-hidup.

Intifadha Palestine 2
Sharon, di bawah kawalan 1200 orang polisi, memasuki Mesjid al-Aqsa, suatu tempat yang suci bagi Muslimin. Setiap orang, termasuk para pemimpin Israel dan rakyat Israel sepakat bahwa masuknya Sharon ke tempat suci ini, suatu perbuatan yang biasanya terlarang bagi non-Muslim, adalah sebuah provokasi yang dirancang untuk mempertegang keadaan yang sudah memanas dan memperbesar pertentangan. Ia jelas-jelas berhasil. Penentuan waktunya sama pentingnya dengan tempat itu, karena pada hari sebelumnya Ehud Barak telah mengumumkan bahwa Yerusalem mungkin dibagi dua dan dimungkinkan perundingan dengan orang-orang Palestina.
 
Pada 28 Sept 2000, Intifadah Kedua dimulai, dipimpin oleh HAMAS. PNA sendiri dalam pihak yang bertentangan dengan HAMAS. PNA lebih milih untuk berdialog daripada berperang. Pada 26 Okt 2004, gigihnya perjuangan Intifadah II membuat Israel kewalahan dan mengesahkan program penarikan mundur dari Jalur Gaza. Pada, 11 Nov 2004 Yaser Arafat meninggal. Kepemimpinan di PLO digantikan oleh Mahmoud Abbas. 

September 2005 dimulai penarikan mundur tentara Israel dari Jalur Gaza. Inilah kemenangan para pejuang Palestina setelah 38 tahun. Namun, Israel terus melancarkan serangan dan teror ke Jalur Gaza. Selain itu, Israel mendirikan tembok-tembok pembatas yang mengucilkan pemukiman Palestina dan memperlebar perumahan bagi bangsa Yahudi.

Israel telah membunuh lebih dari 20.000 orang Palestina dalam rentang waktu 4 bulan ketika mereka membom Libanon tahun 1982. Sebagai perbandingannya, Israel kehilangan 21.182 penduduknya dalam usaha pendirian Negara Israel selama lebih dari 120 tahun (yakni dari tahun 1882 hingga 2002)

Penutup

Sesungguhnya, apa yang terjadi di Palestina sekarang bukan hanya persoalan bangsa Palestina belaka. Jika berhubungan dengan Islam, maka jelas umat sudah seharusnya memperhatikan apa yang ada di sana. Al-Quds adalah rumah bagi Masjid Al-Aqsa, kiblat pertama kaum Muslimin dan bangunan paling suci ketiga setelah Ka’bah di Makkah dan Mesjid Nabi Muhammad di Madinah, Arab Saudi. Maknanya telah diperkuat oleh kejadian Al Isra’a dan Al Mi’raj.

Jika lebih luas lagi, jika menyangkut isyu HAM, maka dunia internasional sudah seharusnya melihat dengan mata bersih: bahwa penjajahan di atas dunia ini masih berlaku, yaitu Israel terhadap Palestina. Bukti apa lagi yang kurang? Sekarang, Palestina hanya tinggal mempunyai semangat dan batu untuk melawan Israel. 

Lantas, sekarang apakah Intifadhah ketiga akan segera hidup? Rakyat Palestina sudah terlalu lama menderita dalam penjajahan, sementara dunia Islam dan negara-negara Arab bungkam seribu bahasa




Sumber: http://nabilmufti.wordpress.com



2 komentar: